Sabtu, 18 Juni 2016

Sejarah dan Fakta Menarik Candi Bodobudur

Sejarah Candi Borobudur






  Candi Barabudhur terletak di Kabupaten Magelang, sekitar 15 km ke arah Baratdaya Yogyakarta. Candi Buddha terbesar di Indonesia ini telah warisan budaya duniadan telah terdaftar dalam daftar warisan dunia (world heritage list), yang semula diberi nomor 348 dan kemudian diubah menjadi 582 pada tahun 1991. Lokasi Candi Barabudhur yang merupakan bukit kecil dikelilingi oleh pegunungan Menoreh, G. Merapi dan G. Merbabu di timurlaut, serta G. Sumbing dan G. Sindoro di barat laut.

   Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara para pakar tentang nama Barabudhur. Dalam Kitab Negarakertagama (1365 M.) disebut-sebut tentang Budur, sebuah bangunan suci Buddha aliran Vajradhara. Menurut Casparis dalam Prasasti Sri Kahulunan (842 M) dinyatakan tentang “Kawulan i Bhumi Sambhara”. Berdasarkan hal itu ia berpendapat bahwa Barabudhur merupakan tempat pemujaan. Bumi Shambara adalah nama tempat di Barabudhur. Menurut Poerbatjaraka, Barabudhur berarti Biara Budur, sedangkan menurut Raffles, 'bara' berarti besar dan 'budhur' merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti Buddha.

   Berdasarkan tulisan yang terdapat di beberapa batu di Candi Barabudhur, para ahli berpendapat bahwa candi ini mulai dibangun sekitar tahun 780 M, pada masa pemerintahan raja-raja Wangsa Sanjaya. Pembangunannya memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan baru selesai sekitar tahun 830 M, yaitu pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra. Konon arsitek candi yang maha besar ini bernama Gunadharma, namun belum didapatkan informasi tertulis tentang tokoh ini. Pada tahun 950 M, Candi Barabudhur terkubur oleh lava letusan G. Merapi dan baru ditemukan kembali hampir seribu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1814. Penemuan kembali Candi Barabudhur adalah atas jasa Sir Thomas Stamford Raffles.


   Pada saat Raffles berkunjung ke Semarang, ia mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan tumpukan batu bergambar. Konon pada tahun 1814, serombongan orang mendatangi suatu daerah di Karesidenan Kedu untuk mencari tahu lebih jauh tentang legenda yang berkaitan dengan sebuah bukit dekat Desa Boro. Setelah membabat semak belukar dan menggali serta membersihkan gundukan abu gunung berapi, mereka menemukan sejumlah besar bongkahan batu berpahatkan gambar-gambar aneh. Raffles kemudian memerintahkan Cornelius, seorang Belanda, untuk membersihkan batu-batu tersebut. Pembersihan tumpukan batu dan lingkungan di sekitarnya kemudian dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman.



Barabudhur_2_05270040_Fifi.jpg
  Candi Barabudhur berdiri di atas bukit yang memanjang arah timur-barat. Candi ini dibangun dari balok batu andesit sebanyak 47,500 m3, yang disusun rapi tanpa perekat, dan dilapisi dengan lapisan putuh 'vajralepa', seperti yang terdapat di Candi Kalasan dan Candi Sari. Bangunan kuno Barabudhur berbentuk limas bersusun dengan tangga naik di keempat sisi, yaitu sisi timur, selatan, barat, dan utara. Konon di sisi timur, di bawah kaki candi, pernah ditemukan jalan naik ke atas bukit. Hal itu mendasari dugaan bahwa Candi Barabudhur menghadap ke timur dan pintu utama adalah yang terletak di sisi timur.



Barabudhur_4_05270040_Fifi.jpgBarabudhur_3_05270040_Fifi.jpg


   Tangga paling bawah dihiasi dengan kepala naga dengan mulut menganga dan seekor singa duduk di dalamnya. Dugaan bahwa Candi Barabudhur menghadap ke timur diperkuat dengan adanya pahatan relief pradaksina ( yang dibaca memutar searah jarum jam), berawal dari dan berakhir di sisi timur. Selain itu, arca singa yang terbesar juga terdapat di sisi timur. Tangga menuju ke tingkat yang lebih tinggi dilengkapi dengan gerbang yang berukir indah dengan kalamakara tanpa rahang bawah di atas ambang pintu. Pada mulanya tinggi keseluruhan bangunan kuno ini mencapai 42 m, namun setelah pemugaran tingginya hanya mencapai 34,5 m. Batur atau kaki candi berdenah bujur sangkar dengan luas denah dasar 123 x 123 m, dilengkapi penampil yang menjorok keluar di setiap sisi. Keseluruhan bangunan terdiri atas 10 lantai yang luasnya mencapai 15, 13 m2. Lantai I sampai dengan lantai VII berbentuk persegi, sedangkan lantai VII sampai dengan lantai X berbentuk lingkaran.



Barabudhur_5_05270040_Fifi.jpg


   Candi Barabudhur tidak mempunyai ruangan untuk tempat beribadah atau melakukan pemujaan karena candi ini dibangun untuk tempat berziarah dan memperdalam pengetahuan tentang Buddha. Luas dinding keseluruhan mencapai 1500 m2, dihiasi dengan 1460 panil relief, masing-masing selebar 2 m.



Barabudhur_6_05270040_Fifi.jpg


Jumlah Arca Buddha, termasuk yang telah rusak, mencapai 504 buah. Arca-arca Buddha tersebut menggambarkan Buddha dalam berbagai sikap.

- Arca-arca di sisi timur menggambarkan Dhyani Buddha Aksobhya, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan menyinggung tanah atau sikap Bhumiparsyamudra.
- Arca-arca di sisi selatan menggambarkan Dhyani Buddha Ratnasambhawa, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan memberi anugrah atau sikap Varamudra.
- Arca-arca di sisi barat menggambarkan Dhyani Buddha Amitabha, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan bersemadi sikap Dhyanamudra.
- Arca-arca di sisi utara menggambarkan Dhyani Buddha Amogasidhi, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan menentramkam atau sikap Abhayamudra.
- Arca-arca di puncak menggambarkan Dhyani Buddha Vairosyana, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan mengajar (ibu jari dan telunjuk bersentuhan dan ketiga jari lain terangkat) atau sikap Vitarkamudra.
- Arca-arca di undakan lingkaran menggambarkan Dhyani Buddha Vairosyana, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan mewejangkan ajaran atau sikap Dharmacakramudra.


   Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu. Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).


Candi Barabudhur melambangkan tiga tingkatan dalam kehidupan manusia. Kaki candi disebut Kamadhatu, melambangkan kehidupan di dunia fana, yang masih dipenuhi kama (hasrat dan nafsu). Pada dinding kaki candi terdapat 160 panil relief Karmawibangga. Saat ini relief tersebut tidak dapat dilihat karena tertutup urukan. Pada saat pembangunan candi ini sedang berlangsung, bangunan yang belum selesai tersebut melesak ke bawah, sehingga arsiteknya memutuskan untuk menguruk bagian kakinya. Konon selain untuk menghindari longsor, pengurukan bagian kaki ini juga didasarkan atas alasan etika dan estetika.



Barabudhur_7_05270040_Fifi.jpg


Tubuh candi terdiri atas 5 tingkat, makin ke atas makin mengecil, dengan denah bujur sangkar. Di setiap tingkat terdapat selasar yang cukup lebar mengelilingi tubuh candi. Tepi selasar diberi dinding yang dihiasi dengan panil-panil relief. Tubuh candi disebut Rupadhatu, yang berarti dunia rupa. Dalam dunia ini manusia masih terikat dengan kehidupan duniawi, namun sudah mulai berusaha mengendalikan hasrat dan nafsu.



Barabudhur_9_05270040_Fifi.jpg


Di beberapa tempat terdapat saluran pembuangan air yang disebut Jaladwara. Dinding atas tingkat I dihiasi dengan relief cerita yang diambil dari Kitab Lalitawistara, yang mengisahkan riwayat Sang Buddha sejak turun dari surga Tusita ke bumi, saat menerima wejangan di Taman Rusa dekat Benares, sampai pada saat mencapai kesempurnaan.



Barabudhur_10_Fifi.jpg


Dinding bawah dihiasi dengan relief Jatakamala, kisah kehidupan Jataka dan Avadana, yang diwujudkan sebagai Boddhisatwa karena perilakunya yang baik dalam kehidupannya yang lalu. Bagian lain dari Kitab Jatakamala menghiasi sepanjang bagian atas dan bagian bawah pagar selasar tingkat I dan tingkat II. Dinding candi di tingkat II dihiasi relief dari Kitab Gandawyuha. Demikan juga dinding dan pagar selasar di tingkat III dan tingkat IV. Kisah Sudhana yang dalam upayanya mencari pengetahuan dan kebenaran telah bertemu Gandawyuha yang mengajari tentang kebijakan untuk mencapai kesempurnaan dalam hidup.Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.



Bagan Relief
TingkatPosisi/letakCerita ReliefJumlah Pigura
Kaki candi asli-----Karmawibhangga160
Tingkat Idindinga. Lalitawistara120
b. jataka/awadana120
langkana. jataka/awadana372
b. jataka/awadana128
Tingkat IIdindingGandawyuha128
langkanjataka/awadana100
Tingkat IIIdindingGandawyuha88
langkanGandawyuha88
Tingkat IVdindingGandawyuha84
langkanGandawyuha72
Jumlah1460
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.

Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana
Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.

Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.



Barabudhur_11b_05270040_Fifi.jpgBarabudhur_13_05270040_Fifi.jpg




   Atap candi yang terdiri atas 3 tingkat disebut Arupadhatu, yang berarti dunia tanpa rupa (wujud). Pada tataran kehidupan ini manusia sudah terlepas dari hasrat dan nafsu. Atap candi berupa batur bersusun 3 dengan denah bundar membentuk 3 lingkaran bersusun dengan pusat yang sama dengan stupa-stupa berisi arca Buddha. Dalam lingkaran di tingkat I terdapat 32 stupa, di tingkat II terdapat 24 stupa dengan lubang-lubang berbentuk wajik, bersisi horisontal datar dan sisi vertikal miring. Lubang berbentuk wajik melambangkan adanya nafsu yang masih tersisa. Di tingkat III terdapat 16 stupa dengan lubang hiasan berbentuk persegi, bersisi horisontal datar dan sisi vertikal tegak. Lubang berbentuk persegi ini melambangkan nafsu yang telah lenyap tak bersisa. Puncak atap merupakan sebuah stupa yang sangat besar. Konon dalam stupa ini dahulu terdapat arca Sang Adhi Buddha, yaitu Dhyani Buddha tertinggi dalam agama Buddha Mahayana.


   Candi Barabudhur telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan pada masa pemerintahan Belanda, yaitu pada tahun 1907 – 191, di bawah pimpinan Van Erp. Dalam pemugaran ini yang diutamakan adalah mengembalikan ketiga teras atap candi dan stupa pusatnya. Pemugaran kedua berlangsung selama sepuluh tahun, yaitu tahun 1973 – 1983. Dalam pemugaran ini Candi Barabudhur dibongkar, fondasi dan dindingnya diberi penguat beton bertulang, dan batu-batunya diteliti, dibersihkan, diberi pengawet kedap air dan disusun kembali sesuai susunannya semula.



Fakta Candi Burabudhur

  1. Candi Borobudur dibangun antara abad ke-8 dan ke-9, 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 400 tahun sebelum katedral-katedral agung di Eropa.
  2. Candi Borobudur memiliki luas 123x123 m2 dengan 504 patung Buddha, 72 stupa terawang dan 1 stupa induk. UNESCO mengakuinya sebagai salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
  3. Candi Borobudur memiliki 2672 panel relief yang bila disusun berjajar akan mencapai panjang 6 kilometer! UNESCO memujinya sebagai ansambel relief Buddha terbesar dan paling lengkap di dunia, tak tertandingi dalam nilai seni, setiap adegannya adalah mahakarya yang utuh.
  4. Candi Borobudur dibangun dari 60.000 meter kubik batuan vulkanik dari Sungai Elo dan Progo yang terletak sekitar 2 km sebelah timur candi.
  5. Candi Borobudur memiliki 100 talang air berbentuk makara (patung ikan berkepala gajah) sebagai saluran air sekaligus untuk menambah keindahan candi. Dahulu, air hujan yang mengalir melalui makara akan terlihat seperti air mancur.
  6. Candi Borobudur adalah puzzle raksasa yang tersusun dari 2 juta balok batu vulkanik yang dipahat sedemikian sehingga saling mengunci (interlock).
  7. Berhubung saat itu sistem metrik belum dikenal maka satuan panjang yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur adalah tala yang dihitung dengan cara merentangkan ibu jari dan jari tengah atau mengukur panjang rambut dari dahi hingga dasar dagu.
  8. Candi Borobudur dibangun selama 75 tahun di bawah pimpinan arsitek Gunadarma, tentu saja tanpa bantuan komputer :)
  9. Sejak pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-11, Candi Borobudur menjadi tempat peziarahan umat Buddha dari China, India, Tibet, dan Kamboja.

Berpijak pada fakta-fakta tersebut maka tidak diragukan lagi bahwa Candi Borobudur menjadi salah satu jejak sejarah paling penting dalam perkembangan peradaban umat manusia. Kemegahan dan keagungan arsitektur Candi Borobudur merupakan harta karun dunia yang mengagumkan dan tak ternilai harganya. Kunjungi Candi Borobudur dan temukan fakta kesepuluh untuk menggenapi 9 fakta mengagumkan ini.
  • Telah ada orang yang menyimpulkan rahasia cara membangun bangunan purbakala termasuk candi Borobudur. Dia adalah Edward Leedskalnin yang membangun Coral Castle yang terkenal. Tapi bagaimana caranya membangun bangunan purbakala tersebut tidak disebutkan. Masih misterius seperti orangnya.
  • Para ahli menduga bangunan purbakala yang dimaksud oleh Edward Leedskalnin dibangun dengan alat anti gravitasi. Sebagian ahli yang lain menyebutkan bahwa lokasi bangunan purbakala berada di daerah yang memiliki diamagnetik kuat yang dapat membuat sebuah obyek melayang. Edward sendiri membangun Coral Castle menggunakan alat yang disebut Block and Tackle.
  • Berdasarkan data yang ada disebutkan jumlah potongan batu adalah sekitar 2 juta potong batu dimana potongan batu sangat ringan (sekitar 7,5 kg) dan diambil dari sungai yang berada di sekitar lokasi candi. Waktu pelaksanaan pekerjaan candi cukup lama yaitu 23 tahun (referensi lain 92 tahun).  Data-data tersebut menunjukkan bahwa tidak diperlukan cara yang sulit dalam mengambil batu dan memasangnya ke lokasi apalagi dengan waktu pelaksanaan yang cukup lama sehingga produktifitasnya kecil. Artinya pendapat Edward dan para ahli rasanya terlalu berlebihan.
  • Candi Borobudur memiliki design arsitektur yang menawan. Batu yang terpasang pada candi, dalam jumlah cukup besar berupa relief dan arca yang menghiasi hampir seluruh permukaan candi. Hal ini berarti candi borobudur sebenarnya adalah bukan bangunan yang secara metode pelaksanaannya sulit, tapi bisa dikatakan sebagai bangunan seni dan arsitektur yang terbesar.  Mungkin karena alasan arsitektur dan seni inilah yang membuat pelaksanaan candi berjalan dalam waktu yang lama, jadi bukan karena kesulitan mengangkat batu.
  • Candi Borobudur merupakan proyek yang terbesar di jamannya dan merupakan candi terbesar di dunia. Memiliki design menawan namun rumit karena kaya akan karya seni dan arsitektur. Hal tersebut berarti proyek Candi Borobudur merupakan proyek dengan kompleksitas yang tinggi. Diperlukan manajemen proyek yang baik agar pembangunan candi ini dapat berjalan dengan baik.

Tulisan sebelumnya cukup meyakinkan kita bahwa para pendahulu bangsa ini sudah maju dengan dibuktikan dengan candi Borobudur yang dirancang dan dibangun dengan tasteyang tinggi dan cara yang pintar. Kita sudah tak perlu berspekulasi lebih jauh mengenai pendapat Edward Leedskalnin dan pendapat para ahli lainnya yang menurut saya berasumsi terlalu jauh tanpa melihat fakta yang ada.
Sekarang mari kita lihat kelebihan candi ini dari sisi yang lain. Pernahkan Anda berfikir bagaimana potongan batu yang berukuran kecil dan ringan tersebut dapat mampu membentuk struktur candi yang kuat dan cukup stabil serta cukup awet hingga sekarang padahal diketahui bahwa antar potongan batu yang ditumpuk tersebut tidak menggunakan bahan perekat?

Konstruksi Awal Candi
Sudah kita ketahui bahwa candi borobudur mempunyai desain arsitektural yang luar biasa. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk dan struktur bangunan, bentuk dan jumlah relief, pengaturan jumlah tingkat, jumlah stupa dan falsafah yang terkandung di dalamnya. Konstruksi awal dari Candi Borobudur merupakan tumpukan  batu yang diletakkan di atas gundukan tanah sebagai intinya, sehingga bukan merupakan tumpukan batuan yang masif. Inti tanah juga sengaja dibuat berundak-undak dan bagian atasnya diratakan untuk meletakkan batuan candi. Inti tanah yang merupakan pondasi candi, merupakan tanah asli bukit dan tanah urugan sebagian pada pembentukan pola berundaknya.
Pada penelitian yang sudah dilakukan, kita ketahui properties dari batuan yang digunakan pada konstruksi candi Borobudur yaitu :
  • berjenis  andesit.
  • Kadar porinya sekitar 32%-46% atau berporositas tinggi.
  • Antara lubang pori satu dengan yang lain tidak berhubungan.
  • Kuat tekannya tergolong rendah jika dibandingkan dengan kuat tekan batuan sejenis.
  • Kuat tekan minimum sebesar 111 kg/cm2 dan kuat tekan maksimum sebesar 281 kg/cm2.
  • Berat volume batuan antara 1,6-2 t/m3.
Kesimpulan atas properties batuan pembentuk candi Borobudur adalah batuan tersebut berpori banyak, ringan, kekuatan tidak tinggi. Kita lalu bertanya kenapa jenis batuan ini yang digunakan sebagai konstruksi candi? Mari kita lihat penjelasannya.
Batuan digunakan sebagai pembentuk candi dan sebagai media relief dan arca candi. Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagaimana tumpukan batu yang tanpa disemen atau diplester tidak lepas? Jawaban dari tetap menyatunya tumpukan batu tersebut adalah pada pola penyusunanya. Disinilah keunggulan dari konstruksi awal candi yang membuatnya tetap bertahan ribuan tahun. Para pendahulu kita telah merancang pola tumpukan batu sedemikian rupa dengan teknik penguncian. Batu-batu dibentuk agar dapat terkunci satu sama lain.
Sehingga terjawab lagi pertanyaan-pertanyaan tadi. Ternyata batuan andesit dengan properties yang telah diberikan merupakan batuan yang paling tepat untuk digunakan sebagai material pembentuk candi Borobudur.  Kita kaji properties batuan dengan tuntutan designnya sebagai berikut:
  • Batuan memiliki berat jenis 1,6 – 2,0 ton / m3. Ini berarti batuan yang ringan. Kenapa dipilih yang ringan karena jumlah batuan banyak (2 juta potong batu) yang diangkat dan dipasang pada medan yang berbukit. Batuan yang ringan akan menyelesaikan masalah kesulitan pengangkutan atau transportasi dan kemudahan pemasangan. Batuan yang ringan juga berarti secara keseluruhan berat candi juga akan ringan. Ringannya konstruksi candi sangat membantu dalam mengatasi risiko kegagalan konstruksi candi terutama dalam hal geser tanah pendukung.
  • Batuan memiliki kadar pori 32% – 46%. Batuan bisa dikatakan memiliki tingkat porositas tinggi. Kenapa harus yang memiki porositas tinggi, bisa jadi (dalam pendapat saya) adalah untuk memudahkan dalam membentuk ukuran batu, membuat batuan yang berfungsi sebagai pengunci antar batuan, membuat relief yang jumlahnya sangat banyak, serta untuk memudahkan dalam membuat arca.
  • Batuan memiliki kuat tekan 111 kg/cm2 hingga 281 kg/cm2 atau jika dirata-rata sekitar 196 kg/cm2. Tergolong batuan dengan kuat tekan yang rendah. Hal tersebut mungkin dimaksudkan juga untuk memudahkan pelaksanaan dalam membuat potongan batu, pengunci, relief dan arca. Kita ketahui bahwa untuk membentuk batuan menjadi relief misalnya, batuan tersebut haruslah mudah untuk dibentuk. Tingkat kekerasan batuan akan menjadi pertimbangan. Umumnya kuat tekan yang tinggi memiliki properties lain yang tinggi pula. Dengan kuat tekan batuan candi yang tergolong rendah berarti tingkat kekerasan permukaan batuan pun cukup untuk dibentuk dengan alat kerja yang ada pada saat itu.
  • Lubang pori yang satu dengan yang lain yang tidak terhubung. Bisa jadi ini menjadi kriteria untuk membuat atau membentuk batuan, relief, dan arca agar tidak mudah pecah atau patah. Terhubungnya lubang pori tentu akan membentu perlemahan pada batuan yang apabila diberikan tekanan tertentu akan mudah pecah dan patah.

Dari segi memilih material konstruksi candi, ternyata telah dipilih batuan yang paling tepat secara design dan pelaksanaaan serta pemeliharaan candi. Lagi-lagi ini menjadi bukti bahwa pembuat candi adalah orang-orang pintar yang dengan cerdik mampu menyelesaikan masalah proyek dengan jitu.


Baca Juga : Sejarah dan Fakta Menarik Candi Prambanan

Bagikan

Jangan lewatkan

Sejarah dan Fakta Menarik Candi Bodobudur
4/ 5
Oleh