Tulisan ini disusun penulis untuk mempertahankan kenangan
terhadap Arief Rahman Hakim - Pahlawan Ampera. Banyak pihak berusaha
menghapuskan kematian Arief Rahman Hakim yang telah menjadi martir dalam
sejarah bangsa Indonesia. Saat ini untuk mendapatkan foto Arief Rahman Hakim
pun sudah sulit. Penulis mengharapkan tulisan ini dapat menjadi suatu catatan
yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak dalam mengungkapkan peristiwa gugurnya
Arief Rahman Hakim.
Peristiwa yang terjadi setengah abad yang lalu pada
waktu mahasiswa dan pelajar berjuang menumbangkan rejim pemerintah orde lama
sudah terlupakan. Nama Arief Rahman Hakim pahlawan Ampera sudah terlupakan.
Banyak orang sudah tidak lagi mengenal Arief Rahman Hakim sang Pahlawan
Ampera. Saat gugurnya Arif Rahman Hakim dan beberapa pahlawan Ampera
lainnya gugur sudah terlupakan. Tahun 1965 - 1966 merupakan
pada masa ekonomi yang sulit dan kejadian gugurnya Arief Rahman Hakim adalah
pada bulan Januari 1966,manakala inflasi mencapai 650% dan terjadi
pada saat Bung Karno menaikkan harga bensin empat kali lipat menjadi Rp.
1000 per liter. Harga beras semakin tak terkendali padahal Indonesia adalah
negara penghasil beras.
Di Jakarta, harga beras yang semula Rp. 800 per kilogram
mendadak melonjak menjadi Rp. 5000 per kilogram. Kondisi politik waktu itu
sudah semakin rapuh dengan semakin tidak puasnya masyarakat terhadap
bertahannya sang Proklamator sebagai Presiden RI setelah kudeta yang gagal pada
tanggal 30 September 1965 dan juga dinilai gagal mengendalikan perekonomian.
Sehingga pada tanggal 10 Januari 1966, merupakan puncak
atas kesabaran mahasiswa dan masyarakat sehingga mahasiswa meleteuskan aksi
demonstrasi di Jakarta, sebagai sikap penentangan terhadap kenaikan
harga-harga. Demonstrasi ini melahirkan Tri Tuntutan Rakyat yang kemudian
dikenal sebagai Tritura. Tiga tuntutan itu meliputi: Bubarkan PKI, Retul
Kabinet Dwikora dan Turunkan Harga.
Tanggal 24 Februari 1966, Presiden Soekarno bermaksud
melantik menteri kabinet baru yaitu "Kabinet Seratus Menteri” yang personilnya sudah
mencerminkankan ketidak berdayaan Bung karno untuk mengendalikan situasi. Salah
satu anggota menteri adalah seorang militer yang dikenal sebagai tokoh pemimpin
copet di Jakarta.
Kabinet yang nama resminya disebut sebagai “Kabinet Gotongroyong yang lebih disempurnakan lagi” itu ditolak kehadirannya oleh
para mahasiswa, pelajar dan berbagai kelompok masyarakat yang lain. Salah satu
upaya penolakan itu adalah berupa unjuk rasa pada hari itu. Mereka yang
berunjuk rasa bukan hanya mahasiswa dan pelajar dari atau di Jakarta, melainkan
dari mana-mana.
Mereka sudah sejak subuh berbondong-bondong dan
bergerombol-gerombol menuju lapangan Gambir atau Monas. Jaket warna warni yang memberikan
gambaran puluhan universitas terwakili, kian lama kian ramai dan dinamis.
Warna kuning, merah, hijau, biru, orange, dan hijau memenuhi lapangan yang
luasnya sekitar ratusan hektar itu. Mahasiswa dan
pelajar melakukan aksi memacetkan lalu lintas. Ban mobil-mobil
dikempeskan sehingga menteri-menteri yang akan dilantik terhambat ke
istana.
Pagi itu Arief Rahman Hakim bersama-sama ribuan demonstran
mahasiswa dan pelajar telah berada di mulut Jalan Veteran 3 atau dulu disebut
jalan segara, tepatnya jalan yang menghubungkan Jalan Merdeka Utara
dengan Jalan Veteran.
Di jalan Veteran 3 ini terletak Markas Resimen
Cakrabirawa yaitu pasukan pengawal khusus Presiden. Sebagaimana lazimnya
demonstrasi mahasiswa, mereka berteriak-teriak dan Arief Rahman Hakim lebih
banyak diam dan mengamati tingkah laku rekan-rekan demonstran yang lain.
Teriakan para demonstran kadang-kadang disertai
kata-kata ejekan yang mungkin terasa menyakitkan bagi yang menjadi sasaran.
Pasukan Cakrabirawa yang bertugas berjaga-jaga tepat di seberang jalan, tidak
tahan berdiam mendapatkan ejekan para demonstran.
Mereka mulai mengancamkan senjata mereka kepada para
demonstran. Acaman ini tidak menakutkan mereka dan ejekan serta yel-yel terus
dilontarkan. Karena tidak tahan tekanan maka beberapa anggota Pasukan
Cakrabirawa melakukan peringatan tembakan keatas.
Keadaan ini membuat mahasiswa panik dan sebagian malah lebih
menekan Pasukan Cakrabirawa sehingga beberapa dari antara anggota Pasukan
Cakrabirawa mulai melakukan rentetan tembakan kearah para demonstran.
Hal ini membuat para mahasiswa semakin kacau dan panik. Para
demonstran panik berlarian sambil berteriak menyerukan Allahu Akbar sambung
menyambung. Pada waktu itulah Arief Rahman Hakim tertembak rentetan
peluru pasukan Cakrabirawa secara brutal sehingga roboh berlumuran darah.
Segera setalah kejadian itu para demonstran dan rekan-rekan mahasiswanya belum
berani menolongnya.
Setelah rentetan tembakan berhenti barulah rekan-rekan
mahasiswanya berani beranjak dan melakukan evakuasi tubuh Arief Rahman
Hakim mengerang terkulai dengan Jaket Kuning bersimbah darah. Dalam
perjalanan ke rumah sakit anak muda ini gugur dan syahid sebagai seorang martir
dalam perjuangan rakyat menurunkan tirani penguasa di Indonesia.
Hari Jumat 25 Februari 1966, ribuan penduduk kota
metropolitan Jakarta mengantarkan jenazah Arief Rahman Hakim, Pahlawan Ampera,
ke pemakaman Blok P Kebayoran Baru. Jenazah Arief Rahman Hakim dilepas
oleh Rektor UI dari Aula UI di Salemba, menuju tempat peristirahatannya yang
terakhir dengan iringan mahasiswa dan pelajar yang mengantarkannya.
Meninggalnya Arief Rahman Hakim sebagai martir perjuangan
mahasiswa bersama seorang pelajar yang bernama Zubaedah membuat
demonstrasi semakin panas. Mahasiswa dan pelajar dari seluruh pelosok Indonesia
bergabung dan melakukan aksi demonstrasi mahasiswa untuk menuntut pembubaran
PKI dan turunnya Bung Karno. Jaket Kuning yang bersimbah darah Arief Rahman
Hakim dijadikan bendera Pataka simbol perjuangan dengan diarak bergerak keliling
Jakarta Pusat untuk membangkitkan semangat rakyat menurunkan Orde
Lama.
Demonsterasi mahasiswa pada hari itu telah memberi tekanan
kepada Soekarno. Tekanan yang terjadi berhasil membuat Soeharto memaksa
Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret yang dikenal juga
dengan Super Semar dan menjadi senjata untuk menjatuhkan bung Karno. Super
Semar telah dijadikan legitimasi oleh Soeharto atas nama Presiden untuk
membubarkan PKI dan melarang seluruh kegiatan PKI dan ormasnya sebagai partai
terlarang untuk melakukan kegiatan di seluruh Indonesia.
Gugurnya Arief Rahman Hakim telah menjadikan dirinya sebagai
tumbal perjuangan untuk menurunkan rejim Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden
Soekarno. Kematian Arief Rahman Hakim telah menjadikannya sebagai martir
dan simbol perjuangan bagi Angkatan Pemuda 66. Nurcholis Majid, waktu itu
masih sebagai mahasiswa IAIN berseru dalam khotbah melepas jenazah Arif Rahman
Hakim bahwa “Teladan yang
syahid ini membuat kita semakin teguh melanjutkan perjuangan.”.
Sumber:
http://redseahawk.blogspot.co.id/2012/08/ariefrahman-hakim-pahlawan-ampera-p.html?m=1
Bagikan
ARIF RAHMAN, MAHASISWA UI YANG TEWAS DITEMBAK SAAT DEMONSTRASI
4/
5
Oleh
Fadlan alfarobi